Senin, 09 Mei 2011

gak punya prikemanusiaan

Malang benar nasib Almira Safa Adinda. Bayi yang baru berusia 18 bulan itu tewas di tangan Mohamad Suryadi, ayahnya sendiri. Rara, panggilan Almira, dianiaya hingga tewas hanya karena menangis. Lelaki 24 tahun itu menghabisi Rara dengan cara menggigit tubuh dan membekapnya. Peristiwa ini terjadi di kamar kos pasangan suami istri (pasutri) Suryadi (24) dan Lusy Novita (29) di Jl Tubanan Lama No 20 Tandes, Surabaya, Kamis (14/4) malam. Hingga berita ini diturunkan, anggota Polsek Tandes masih memburu Suryadi yang memiliki rumah di kawasan Jetis Wetan I, Surabaya.

Penganiayaan yang mengakibatkan kematian Rara, dilakukan Suryadi sekitar pukul 20.00 WIB. Saat itu, Suryadi menyuruh Lusy yang dinikahinya secara siri dua tahun lalu, membeli nasi goreng.

Saat tak ada istri itulah, Suryadi yang sudah membenci anaknya itu melancarkan aksinya. “Saya tidak tahu pasti bagaimana dia membunuh Rara. Saya saat itu disuruh beli makanan,” ujar Lusy saat ditemui di Polsek Tandes, Jumat (15/4).

Sekitar 15 menit kemudian, Lusy kembali ke kamar kos. Dia mendapati pintu kamar diganjal Suryadi dengan kayu hingga dia tidak bisa masuk. Lusy berkali-kali menggedor pintu dan berteriak agar segera dibuka, namun Suryadi bergeming.

Pintu akhirnya dibuka. Lusy lantas menanyakan maksud Suryadi mengunci pintu. Belum sempat mendengar jawaban suami, Lusy akhirnya tahu alasan Suryadi mengunci pintu kos yang terbuat dari seng dan kayu itu. “Saya lihat Rara sudah dalam kondisi tak bergerak. Saya tanya ke suami kenapa Rara, dia malah menjawab tidak ada apa-apa,” katanya.

Lusy panik. Dia mengambil Rara dan menggendongnya. Beberapa kali Lusy menepuk tubuh Rara agar terbangun. “Ayo Rara, nangis nak. Ayo sayang,” katanya sambil memeragakan gerakan menggendong Rara.

Tepukan itu direspons Rara. Si bayi sempat menangis. Namun, tangisan itu hanya sebentar, Rara terdiam lagi. Bibir Rara juga terluka. Melihat anaknya sudah lemah, Lusy mengajak Suryadi ke rumah sakit (RS).

Bukannya ikut panik, Suryadi malah berujar agar Rara mati saja. “Wis gak usah nang rumah sakit, malah dadi rame. Ben anakmu iku mati wae. Arek manja wae dibelani (Sudah tak usah ke rumah sakit, nanti jadi ramai. Biar saja anakmu itu mati. Anak manja saja dibela),” hardik Suryadi ditirukan Lusy.

Setelah Lusy memohon, barulah Suryadi mau membawa anaknya ke RS Muji Rahayu di Manukan Kulon. Mereka diantar tetangga kos dengan mengendarai sepeda motor sekitar pukul 20.30 WIB.

Selama di perjalanan, Lusy tak henti menepuk tubuh Rara agar sadar. Namun, Rara tak merespon. Lusy curiga Rara sudah tidak bernyawa. Kecurigaan itu benar. Sesampai di RS, dokter menyatakan Rara sudah tak bernyawa.

Mendapati anaknya tewas, Suryadi kabur setelah menipu dokter dengan alasan hendak menelepon keluarganya. Kesempatan itulah yang dijadikan preman Wonokromo ini kabur.

Lusy baru sadar Suryadi kabur setelah tiga jam menunggu. Lusy kemudian meminta Sarmini (60), ibunya, untuk datang ke RS. “Saya kemudian membawa jenazah Rara ke rumah orangtua saya di Manukan Kerto Gg IV,” ucapnya lagi.

Sebenarnya, Sarmini sudah curiga dengan kematian cucunya. Pasalnya, terdapat luka di dua lengan dan bibir Rara. Sarmini pun menanyakan perihal luka di tubuh Rara. Namun, Lusy sempat mengelak kecurigaan ibunya.

Keluarga besarnya pun merencanakan memakamkan Rara keesokan harinya (kemarin). Namun, rencana itu dicegah pengurus kampung Manukan Kerto. Mereka menilai kematian Rara ada kejanggalan. Dari sanalah Lusy lalu mengakui Rara dianiaya suaminya. Mendengar itu, keluarga dibantu warga melaporkan kejadian ini ke polisi dan membawa jenazah Rara ke kamar mayat RSU dr Soetomo.

Berdasarkan hasil otopsi, Rara diketahui mengalami patah rusuk kanan yang berakibat adanya gumpalan darah di sekitar jantung. Juga terdapat empat luka bekas gigitan di tubuhnya, masing-masing di telinga kanan dan kiri serta lengan kanan dan kiri.

Menurut Kapolsek Tandes Kompol Sumani didampingi Kanit Reskrim Iptu Supriandi, dari pemeriksaan dokter memang ada unsur penganiayaan. Polisi pun langsung memburu Suryadi. “Kami sudah mendatangi rumah Suryadi di Jetis Wetan. Namun dia tak ada di sana,” katanya. Polisi terus mengejar Suryadi dengan mendatangi lokasi-lokasi yang dicurigai menjadi tempat persembunyian.

Polisi menduga, motif Suryadi menghabisi Rara karena dipengaruhi sifat temperamentalnya. “Dia kerja serabutan, kadang sopir, kadang ngamen. Saat kejadian, dia jengkel karena anak itu nangis terus,” kata Sumani.

Tangan dan Kaki Diikat

Kepada Surya, Lusy bercerita perihal kematian Rara. Wanita yang lebih tua lima tahun dari Suryadi itu mengakui perangai buruk sang suami. Sifat pecemburu Suryadi juga menjadi salah satu alasan pemuda 24 tahun itu ringan tangan.

Siang sebelum membunuh Rara, Suryadi sempat menganiaya anak itu. Penganiayaan dilakukan di depan Lusy. Suryadi beralasan ingin memberi pelajaran karena Rara rewel. “Dia mengikat tangan dan kaki Rara dengan tali rafia. Karena terus menangis, suami saya menyumpal mulut Rara dengan kain,” ucapnya. Perlakuan ini membuat Rara sulit bernapas.

“Mas ojo dingonokno, engko mati (Mas, Rara jangan diperlakukan seperti itu. Nanti bisa mati, mas),” kata Lusy kala itu.

Bukannya kasihan, Suryadi malah menghardik kalau itu pelajaran untuk anak manja yang selalu menyusahkan. “Wis ben matek lak wes (Sudah biar saja, mati ya sudah),” kata Suryadi.

Puas melihat anaknya tersiksa, Suryadi kemudian melepas ikatan Rara. Saat itu Rara selamat. Namun, Lusy khawatir dengan kondisi buah hatinya itu.

Lusy juga mengaku Suryadi pernah menganiaya Rara ketika dia baru berumur tiga bulan. “Waktu itu Rara sempat opname. Dia kehabisan nafas karena dibekap suami saya. Untungnya saat itu Rara selamat. Tapi sekarang dia tidak bisa diselamatkan lagi,” tutur Lusy menangis.

Lusy juga menceritakan perangai suami. “Saya tahu dia masih muda dan emosinya labil,” ujarnya menitikan air mata di kamar mayat RSU dr Soetomo.

Kelabilan Suryadi, kata Lusy, terlihat dari sering berubahnya sikap dan perilaku Suryadi. Apalagi saat mereka dikaruniai anak perempuan. Saat itu Suryadi kadang gemas dan kadang membenci anak itu. “Dia membenci Rara karena perempuan, Suryadi tidak senang anaknya perempuan,” kata Lusy.

Dulu sewaktu Lusy mengandung, Suryadi pernah mengatakan, “Kalau anakmu nanti perempuan, sampai besar akan terus saya siksa.” Begitu anaknya lahir dan ternyata perempuan, sejak saat itu Suryadi kerap melampiaskan kemarahannya.

Kata Lusy, sejak Rara berusia 10 hari, Suryadi sering menggigit telinga Rara jika menangis. Bahkan ketika Rara berusia 40 hari, Suryadi pernah menendang tubuh bayi itu. Pada usia 3 bulan, Rara terpaksa dibawa ke rumah sakit, juga karena penganiayaan Suryadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar